Webinar Abdimas "Guru Resilien di Era Pandemi dan New Normal"

Webinar Abdimas "Guru Resilien di Era Pandemi dan New Normal"


Y.A.I Friends!

Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia Y.A.I bekerjasama dengan TKIT Yayasan Keluarga H. Joepri Kriyan Jepara mengadakan kegiatan Webinar Abdimas "Guru Resilien di Era Pandemi dan New Normal" pada tanggal 22 Agustus 2020. Kegiatan webinar abdimas diikuti oleh 56 orang dari berbagai kalangan, namun yang terbanyak adalah Guru-guru dari Yayasan Keluarga H. Djoepri. Kegiatan pengabdian pada masyarakat merupakan kegiatan yang wajib dilakukan oleh seorang Dosen dalam menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi.

Kegiatan dibuka oleh moderator Ibu Dewi Syukriah, S.Psi, M.A, kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari perwakilan Yayasan Keluarga H. Djoepri Ibu Silviani Hanum selaku Ketua Bidang Pengabdian Pendidikan dan Sosial Kemasyarakatan Yayasan Keluarga H. Djoepri dan dari Fakultas Psikologi yang diwakilkan oleh wakil Dekan I (Bidang Akademik) Bapak Dr. Kuncono Teguh Yunanto, M.M.

Selanjutnya Ibu Dewi Syukriah, S.Psi, M.A mengenalkan kedua narasumber Ibu Dr. Anizar Rahayu, M.Si, Psikolog dan Ibu Erdina Indrawati, M.Si, Psikologi. Setelah pengenalan kedua narasumber, maka dilanjutkan dengan pemaparan pertama dari Ibu Dr. Anizar Rahayu, M.Si, Psikolog dengan tema “Mengembangkan Resiliensi Guru di Era New Normal” beliau menyampaikan Guru tanpa persiapan tiba-tiba harus mengajar secara online, ini bukan perkara yang mudah. Terlebih jika peserta didik adalah anak-anak yang masih berada di Pendidikan Usia Dini (PAUD), yaitu Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak. Dimana pada akhirnya setelah berlakunya era new normal atau adaptasi kebiasaan baru, guru-guru PAUD ini melakukan kunjungan ke rumah demi memastikan interaksi antara guru dan siswa tetap terjalin dengan baik. Adanya empat tahapan Menuju New Normal. Diantaranya adalah sebagai berikut, yaitu:

1. Ketidakpastian

2. Disrupsi (kekhawatiran)

3. Adaptasi

4. Kelaziman Baru (New Normal)


Tahapan yang pertama adalah masa ketidakpastian, dimana pada periode ini setiap orang mengalami keterkejutan dan terhenyak karena secara tiba-tiba harus menghentikan segala macam kegiatan di luar rumah. Bekerja, belajar dan beribadah di rumah. Sementara tidak ada satupun orang atau bahkan pihak berwenang yang mengatur jalannya suatu negara dan pemerintahan yang dapat memberikan jawaban pasti kapan akan berakhir.

Tahapan yang kedua adalah adanya disrupsi atau kekhawatiran bahwa situasi ini akan semakin parah. Sedikit banyak setiap individu mengalami kecemasan dan kegelisahan karena tidak mengerti kapan akan berakhirnya kondisi pembatasan seluruh kegiatan karena bahaya virus yang kian hari semakin mengancam jiwa. Sementara uji klinis pada vaksin yang akan digunakan untuk melawan virus Covid-19 ini masih harus menunggu waktu yang sangat lama.

Tahapan yang ketiga adalah masa adaptasi, dimana situasi sudah mulai dapat dikendalikan walaupun jumlah pasien yang positif covid-19 bertambah. Hal tersebut dikarenakan banyak pula pasien yang sembuh dan dapat kembali ke keluarga mereka masing-masing dengan kebiasaan menjaga kesehatan, berolahraga, mencuci tangan setiap kali akan melakukan aktivitas dan setelah melakukan aktivitas dan mempergunakan masker apabila melakukan aktivitas di luar rumah. Diyakini bahwa tindakan-tindakan tersebut dapat menghentikan penyebaran virus dan menyelamatkan diri dari terserang penyakit yang dapat mematikan ini.

Tahapan yang terakhir atau keempat disebut sebagai masa kelaziman baru atau new normal. Istilah tersebut merujuk pada tatanan, kebiasaan dan perilaku yang baru berbasis pada adaptasi untuk membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat. Sejumlah kebiasaan baru dan perubahan yang wajib dilakukan adalah bertujuan agar produktifitas berangsur-angsur dapat meningkat namun tetap aman dan terlindungi.

Apa yang diperlukan untuk menghadapi situasi new normal

Kekhawatiran dan ketakutan yang tidak proposional dapat menjadi tekanan dan sumber stress yang akhirnya menurunkan imunitas seseorang. Kekhawatiran dan ketakutan yang proposional dapat membantu seseorang lebih berhati-hati, kuat, dan kreatif. Dengan demikian orang yang mampu melampui situasi ini adalah orang yang resilien atau orang yang memiliki ketangguhan. Resiliensi adalah kapasitas atau kemampuan untuk beradaptasi secara positif dalam mengatasi permasalahan hidup yang signifikan. Resiliensi berfungsi sebagai kemampuan individu untuk tetap mampu bertahan dan tetap stabil dan sehat secara psikologis setelah melewati peristiwa-peristiwa yang traumatis.

Dalam konteks pandemi, Resiliensi dimaknai sebagai kemampuan untuk bertahan atau tidak menyerah pada keadaan sulit dan berusaha untuk belajar dan beradaptasi pada keadaan tersebut, kemudian bangkit untuk menjadi manusia baru yang lebih kuat, gigih, tangguh dan kreatif. Bahwa kondisi pandemi justru dipergunakan oleh pribadi yang sehat secara mental untuk menantang diri sendiri untuk dapat mengatasi kondisi yang menyulitkan dan bahkan traumatis tersebut. Menghadapi tantangan dengan bangkit dan berusaha untuk menjadi diri yang lebih tangguh, tidak mudah menyerah, kuat, tabah, dan juga kreatif mencari solusi atas setiap masalah yang menghampiri. Dengan demikian guru yang resilien adalah guru yang memiliki kepribadian yang matang, tangguh dan mampu menghadapi masalah dengan gigih dan tetap kreatif. Guru yang resilien adalah dapat mendidik siswanya agar mampu menghadapi stres dan trauma serta menjadi pribadi yang bahagia.

Saran-saran yang dapat diberikan pada guru agar memiliki pribadi yang resilien adalah sebagai berikut:

1. Batasi berita negatif

2. Perbanyak aktifitas yang menyenangkan

3. Bangun hubungan positif dengan orang lain

4. Hidupkan harapan dan optimisme

5. Bicara perasaan dengan orang lain

6. Perkuat spiritualitas, yaitu sikap menerima, sabar, syukur dan tidak pasrah.

7. Jaga kebugaran fisik, dengan cara tidur yang cukup, makan minum cukup, cukup matahari, cukup olah raga dan relaksasi jaga kebersihan diri dan lingkungan.


Pemaparan kedua dari Ibu Erdina Indrawati, M.Si, Psikologi dengan tema “Positive Attachment dan Resiliensi Anak Usia Dini”, beliau menyampaikan Pola hubungan antara orang tua anak pada masa bayi dan kanak–kanak sangatlah menentukan pola kepribadian anak dan relasi antar pribadi pada saat anak dewasa. Pola interaksi antara orang tua dan anak, perilaku yang diperlihatkan, kedekatan yang terjalin, akan membekas dalam diri anak dan disimpan di dalam bank memorinya. Suatu saat akan ditarik kembali oleh anak untuk menjadi bagian dari dirinya, menjadi jati dirinya. Sehingga sangat penting menanamkan norma-norma dan nilai-nilai yang sesuai dan yang terbaik bagi anak. Interaksi yang terjalin antara orang tua dan anak ini adalah bagian dari attachment.

Pengertian Attachment

Attachment adalah hubungan psikologis antar manusia, yang terbentuk semenjak awal kehidupan anak, yang terjadi antara anak dengan pengasuh, dan memiliki dampak pada pembentukan hubungan yang berlangsung sepanjang hidup. Pola Attachment terdiri dari dua bentuk, yaitu secure attachment yang didasari oleh kepercayaan dan komunikasi yang positif dan interaktif dengan anak.

Sementara yang kedua adalah unsecure attachment yang membuat anak merasa terkucilkan, kebalikan dari pola yang pertama. Attachment memiliki working model secure dan unsecure. Dimana orang tua yang menunjukkan perilaku sensitif, selalu berada di samping anak saat membutuhkan, konsisten dalam menetapkan aturan, dan dapat dipercaya, merupakan working model secure attachment. Sedangkan orang tua yang tidak responsif, lebih banyak berperilaku menolak keberadaan diri anak dan tidak dapat dipercaya, disebut sebagai working model attachment unsecure.

Berikut adalah 6 aspek resiliensi untuk membangun resiliensi anak, diantaranya adalah :

1. Keamanan Dasar

a. membangun kelekatan dengan anak

b. menjaga keamanan anak

c. membangkitkan semangat kebersamaan

d. menghargai orang lain

e. menciptakan rasa aman pada anak melalui pemberian penjelasan dan pengertian ketika seorang anak berpisah dengan orang yang mereka sayangi


2. Pendidikan

a. Mendorong anak untuk bermain

b. Mengeksplorasi pengetahuan dan pemahaman anak melalui bahasa

c. Memberi fasilitas anak untuk berprestasi

d. Memberi akses untuk melihat lingkungan luar

e. Mendorong anak konsentrasi menjalankan tugas


3. Persahabatan

a. memfasilitasi anak untuk bersahabat

b. mendorong anak untuk bersahabat

c. mengintervensi hal yang menghambat persahabatan anak

d. Setiap anak ingin memiliki teman yang banyak.


4. Minat dan Bakat

a. mendorong anak menggali minat dan bakatnya

b. memfasilitasi minat dan bakat anak

c. mendorong imajinasi anak


5. Nilai Positif

a. membantu anak mengenal emosinya

b. mendorong anak berperilaku prososial

c. mendorong anak bertanggung jawab

d. mendorong anak untuk membantu teman

e. mendorong anak untuk saling menyayangi dan menghargai teman


6. Kompetensi Sosial

a. mendorong anak percaya diri

b. mendorong otonomi diri

c. mendorong kontrol diri

d. mendorong anak memberi perhatian pada orang lain


Sesungguhnya, pandemi dapat menjadi sarana belajar bagi kita semua, orang tua maupun guru dan warga masyarakat untuk dapat mengembangkan diri dan potensi unggul anak.

www.yai.ac.id

Y.A.I Campus

(UPI Y.A.I - STIE Y.A.I - AA Y.A.I)

"Ensure Your Career and Bright Future"

#YAICampus #UPIYAI #STIEYAI #AAYAI #KampusStrategis #KampusFavorit #KampusBertarafInternasional #Kuliahdijakarta

Share:

Tags: Guru,Resilien